Pasti sudah semuanya tau
yang disebut dengan Shodaqoh ? Shodaqoh dalam bahasa
indonesia di sebut juga sedekah yaitu pemberian sesuatu dari seseorang kepada
orang lain yang membutuhkan dengan benar-benar mengharap ridho Allah Swt .
pemberian shodaqoh tidak ditentukan jumlah, jenis dan waktunya. Shodaqoh bisa berupa
uang , Pakaian, benda lain yang bermanfaat bahkan sumbangan fikiran, perkataan
baik, permohonan maaf,pengorbanan tenaga, waktu dan bentuk jasa juga termasuk
shodaqoh,
Shodaqoh adalah Ada 7
alasan kenapa kita diperintah banyak sedekah di bulan Ramadhan.
Suri teladan kita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada kita
untuk banyak bersedekah dan berderma di bulan Ramadhan. Bahkan ada berbagai
faedah jika seseorang bertambah semangat bersedekah ketika berpuasa di bulan
penuh berkah tersebut.
Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ،
حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ
فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah.
Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan
tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di
bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai
angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)
Di
halaman lainnya dari kitab Lathaif Al-Ma’arif (hlm. 295), semangat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berderma lebih besar lagi di bulan Ramadhan
dibanding bulan-bulan lainnya.
Apa
yang mendorong beliau lebih bersemangat seperti itu?
1-
Bulan Ramadhan adalah waktu yang mulia dan pahala berlipat ganda pada bulan
tersebut.
2- Rajin berderma pada bulan Ramadhan berarti membantu orang yang berpuasa, orang yang melakukan shalat malam dan orang yang berdzikir supaya mereka mudah dalam beramal. Orang yang membantu di sini akan mendapatkan pahala seperti pahala mereka yang beramal. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan orang yang memberi makan buka puasa,
2- Rajin berderma pada bulan Ramadhan berarti membantu orang yang berpuasa, orang yang melakukan shalat malam dan orang yang berdzikir supaya mereka mudah dalam beramal. Orang yang membantu di sini akan mendapatkan pahala seperti pahala mereka yang beramal. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan orang yang memberi makan buka puasa,
مَنْ
فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ
أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang
yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa
mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi
no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192, dari Zaid bin Khalid Al-Juhani.
At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
3- Di bulan Ramadhan, Allah juga berderma dengan memberikan
rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka, lebih-lebih lagi di malam
Lailatul Qadar.
4- Menggabungkan antara puasa dan sedekah adalah sebab seseorang
dimudahkan masuk surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,
عَنْ عَلِىٍّ قَالَ
قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى
ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ
فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ
وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ
Dari
‘Ali, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya di surga ada kamar yang luarnya bisa dilihat dari dalamnya dan
dalamnya bisa dilihat dari luarnya.” Lantas orang Arab Badui ketika mendengar
hal itu langsung berdiri dan berkata, “Untuk siapa keistimewaan-keistimewaan
tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Itu disediakan bagi orang yang
berkata yang baik, memberi makan (kepada orang yang butuh), rajin berpuasa, dan
melakukan shalat di malam hari ketika manusia terlelap tidur.” (HR. Tirmidzi
no. 1984 dan Ahmad 1: 155. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
5- Menggabungkan
antara sedekah dan puasa adalah sebab kemudahan meraih ampunan dosa dan selamat
dari siksa neraka. Lebih-lebih jika kedua amalan tersebut ditambah dengan
amalan shalat malam.
Disebutkan
bahwa puasa adalah tameng (pelindung) dari siksa neraka,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ
النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
“Puasa
adalah pelindung dari neraka seperti tameng salah seorang dari kalian ketika
ingin berlindung dari pembunuhan.” (HR. Ibnu Majah no. 1639 dan An Nasai no.
2232. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Mengenai sedekah dan shalat malam disebutkan dalam hadits,
وَالصَّدَقَةُ
تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ
جَوْفِ اللَّيْلِ
“Sedekah
itu memadamkan dosa sebagaimana api dapat dipadamkan dengan air, begitu pula
shalat seseorang selepas tengah malam.” (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah
no. 3973. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
6- Dalam
puasa pasti ada cacat dan kekurangan, sedekah itulah yang menutupi kekurangan
tersebut. Oleh karenanya di akhir Ramadhan, kaum muslimin disyari’atkan
menunaikan zakat fitrah. Tujuannya adalah menyucikan orang yang berpuasa.
Disebutkan dalam hadits, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ
طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang
yang berpuasa dari kata-kata yang sia-sia dan dari kata-kata kotor, juga untuk
memberi makan kepada orang miskin.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no.
1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
7-
Disyari’atkan banyak berderma ketika puasa seperti saat memberi makan buka
puasa adalah supaya orang kaya dapat merasakan orang yang biasa menderita lapar
sehingga mereka pun dapat membantu orang yang sedang kelaparan. Oleh karenanya
sebagian ulama teladan di masa silam ditanya, “Kenapa kita diperintahkan untuk
berpuasa?” Jawab mereka, “Supaya yang kaya dapat merasakan penderitaan orang
yang lapar. Itu supaya ia tidak melupakan deritanya orang yang lapar.” (Lathaif
Al-Ma’arif, hlm. 300)
Yang
dicontohkan oleh para ulama di antaranya ‘Abdullah bin Al-Mubarak dan Al-Hasan
Al-Bashri, mereka biasa memberi makan pada orang lain, padahal sedang berpuasa
(sunnah).
Demikian
tujuh faedah yang disampaikan oleh Ibnu Rajab yang mendorong kita supaya rajin
membantu, memberi dan berderma di bulan Ramadhan. Sehingga itulah mengapa bulan
Ramadhan disebut bulan muwasaah, yaitu bulan yang diperintahkan banyak
berderma.
Ibnu
Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak bisa menggapai derajat
itsar (mendahulukan orang lain dari diri sendiri, pen.), maka jangan sampai ia
tidak mencapai derajat orang yang rajin membantu orang lain (muwasah).”
(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 300)
Imam
Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku sangat senang ketika melihat ada yang
bertambah semangat mengulurkan tangan membantu orang lain di bulan Ramadhan
karena meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga karena manusia
saat puasa sangat-sangat membutuhkan bantuan di mana mereka telah tersibukkan
dengan puasa dan shalat sehingga sulit untuk mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Contoh ulama yang seperti itu adalah Al-Qadhi Abu Ya’la dan
ulama Hambali lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 301)
Hanya
Allah yang memberi taufik dan hidayah untuk rajin berbuat kebajikan di bulan
Ramadhan.
Referensi:
Lathaif Al-Ma’arif fii Maa Limawasim Al-‘Aam min Al-Wazhoif. Cetakan pertama tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.
Lathaif Al-Ma’arif fii Maa Limawasim Al-‘Aam min Al-Wazhoif. Cetakan pertama tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.
No comments:
Post a Comment