“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS
Al-Ahzab:21)
1.NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI SUAMI
Rasulullah adalah seorang suami yang
pandai dalam mengatur urusan rumah tangga yang di dalamnya terdapat beberapa
istri yang mempunyai karakter, latar belakang, dan usia yang berbeda-beda.
Bersikap Adil
Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan
perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal, termasuk sesuatu yang
remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat
tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika
bertandang ke salah satu rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah
istri-istri beliau yang lain.
Soal cinta, beliau lebih mencintai
Aisyah dibanding istri-istri beliau yang lain, namun beliau tidak pernah
membedakan Aisyah dengan yang lain selamanya. Meskipun di sisi lain, beliau
beristighfar kepada Allah swt karena tidak bisa berlaku adil di dalam membagi cinta
atau perasaan hati kepada istri-istrinya, karena persoalan yang satu ini adalah
hak preogratif Allah swt. saja. Rasulullah saw. bersabda:
“Ya Allah, inilah pembagianku yang saya
bisa. Maka jangan cela aku atas apa yang aku tidak kuasa.”
Bermusyawarah Dengan Para Istrinya
Rasulullah saw mengajak istri-istrinya
bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat
mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam
diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap
pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus
dengannya.
Islam datang mengangkat martabat
wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau
kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki.
Allah swt berfirman:
“Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” Al Baqarah:228.
Lapang Dada dan Penyayang
Istri-istri Rasulullah saw memberi
masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka
dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali
pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam. Perempuan sebelum
Islam tidak punya hak bertanya, mendiskusikan dan memberi masukan apalagi
menuntut.
Umar ra berkata:
“Saya marah terhadap istriku, ketika ia
membantah pendapatku, saya tidak terima dia meluruskanku. Maka ia berkata;
“Mengapa kamu tidak mau menerima pendapatku, demi Allah, bahwa istri-istri
Rasulullah memberi pendapatnya kepada beliau, bahkan salah satu dari mereka
ngambek dan tidak menyapanya sehari-semalam. Umar berkata; “Saya langsung
bergegas menuju rumah Hafshah dan bertanya: “Apakah kamu memberi masukan kepada
Rasulullah saw? ia menjawab: Ya. Umar bertanya lagi, “Apakah salah seorang di
antara kalian ada yang ngambek dan tidak menegur Rasul selama sehari-semalam?
Ia menjawab: Ya. Umar berkata: “Sungguh akan rugi orang yang melakukan demikian
di antara kalian.”
Cara Nabi Meluruskan Keluarganya
Rasulullah saw tidak pernah menggap
sepele kesalahan yang diperbuat oleh salah satu dari istri. Beliau pasti
meluruskan dengan cara yang baik.
Diriwayatkan dari Aisyah:
“Saya tidak pernah melihat orang yang
lebih baik di dalam membuatkan masakan, selain Shafiyah. Ia membuatkan hidangan
untuk Rasulullah saw di rumahku. Seketika saya cemburu dan membanting piring
beserta isinya.” Saya menyesal, seraya berkata kepada Rasulullah saw. “Apa
kafarat atas perilaku yang saya lakukan?” Rasulullah saw menjawab: “Piring
diganti piring, dan makanan diganti makanan.”
Rasulullah saw. menjadi pendengar yang
baik. Beliau memberi kesempatan kepada istri-istrinya kebebasan untuk
berbicara. Namun beliau tidak toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun.
Aisyah berkata kepada Nabi setelah wafatnya Khadijah ra.:
“Kenapa kamu selalu mengenang seorang
janda tua, padahal Allah telah memberi ganti kepadamu dengan yang lebih baik.”
Maka Rasulullah saw marah, seraya berkata: “Sunggguh, demi Allah, Allah tidak
memberi ganti kepadaku yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku
ketika manusia mengingkariku. Ia menolongku ketika manusia memusuhiku. Saya
dikaruniai anak darinya, yang tidak Allah berikan lewat selainnya.”
Pelayan Bagi Keluarganya
Rasulullah saw tidak pernah
meninggalkan khidmah atau pelayanan ketika di dalam rumah. Beliau selalu
bermurah hati menolong istri-istrinya jika kondisi menuntut itu. Rasulullah saw
bersabda:
“Pelayanan Anda untuk istri Anda adalah
sedekah.”
Adalah Rasulullah saw mencuci pakaian,
membersihkan sendal dan pekerjaan lainnya yang dibutuhkan oleh anggota
keluarganya.
Berhias Untuk Istrinya
Rasulullah saw mengetahu betul
kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga
laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah saw paling tampan, paling
rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias
untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan.
Rasulullah saw bersabda:
“Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut
kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il
tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.”
Canda-Ria
Rasulullah saw tidak tidak lupa
bermain, bercanda-ria dengan istri-istri beliau, meskipun tanggungjawab dan
beban berat di pundaknya. Karena rehat, canda akan menyegarkan suasan hati,
menggemberakan jiwa, memperbaharui semangat dan mengembalikan fitalitas fisik.
Dari Aisyah ra berkata: “Kami keluar
bersama Rasulullah saw dalam suatu safar. Kami turun di suatu tempat. Beliau
memanggil saya dan berkata: “Ayo adu lari” Aisyah berkata: Kami berdua adu lari
dan saya pemenangnya. Pada kesempatan safar yang lain, Rasulullah saw mengajak
lomba lari. Aisyah berkata: “Pada kali ini beliau mengalahkanku. Maka
Rasulullah saw bersabda: “Kemenangan ini untuk membalas kekalahan sebelumnya.”
2. NABI MUHAMMAD SEBAGAI AYAH
Ketika kita berbicara kasih sayang dan
kelembutan Muhammad saw. terhadap anak-anak, maka tidak akan pernah kita
temukan bandingan dan permisalan seperti beliau saw. Banyak peristiwa dalam
sirah Nabi yang mempesona berkaitan dengan kasih sayang beliau terhadap
anak-anak. Baik beliau sebagai Ayah, Kakek atau Pendidik bagi semua anak-anak.
Termasuk kasih sayang beliau terhadap anak-anak non muslim.
“Adalah Muhammad saw. mengangkat dan
melempar ke atas putri kecilnya, Fathimah Az Zahra’ ra tinggi-tinggi dan
menangkapnya. Beliau melakukan iti beberapa kali, kemudian beliau bersabda,
”Semoga harum namanya dan luas rizkinya.”Muhammad sangat mencintai
cucu-cucunya.
Diriwayatkan oleh Jabir, berkata, ”Saya
menemui Nabi saw, ketika beliau berjalan merangkak sedangkan di atasnya Hasan
dan Husain ra sedang bercanda. Beliau bersabda, ”Seganteng-ganteng orang adalah
kalian berdua, dan seadil-adil orang adalah kalian berdua.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra,
berkata, ”Kami shalat Isya’ bersama Nabi. Ketika Nabi sujud, Hasan dan Husain
menaiki punggung Nabi. Ketika beliau mengangkat kepalanya, beliau mengambil
keduanya dari sisi belakang dengan cara lembut dan menaruh keduanya di lantai.
Ketika beliau sujud kembali keduanya mengulangi seperti sebelumnya sampai
beliau selesai shalat. Kemudian beliau mendudukkan salah satunya di pahanya.”
Dari Usamah bin Zaid ra, Rasulullah saw
mengambil saya dan mendudukkan saya di pahanya sedangkan di paha satunya duduk
Hasan ra, kemudian beliau merangkulkan keduanya seraya berdo’a, ”Ya Allah
sayangi keduanya, karena saya menyayangi keduanya.”
Dari Abdullah bin Buraidah dari
bapaknya, berkata, ”Adalah Rasulullah saw sedang berkhutbah, ketika itu Hasan
dan Husain memakai baju merah berjalan-jalan dan mutar-mutar di dalam masjid.
Maka Rasulullah saw. turun dari minbar dan mengambil keduanya, dan menaruhnya
di dekatnya seraya bersabda, ”Sungguh benar firman Allah, ”Sesungguhnya
harta-harta dan anak-anak kalian adalah fitnah bagi kalian.” Saya lihat kedua
anak ini jalan-jalan, sehingga saya tidak bersabar, saya memotong khutbahku
agar saya mengambil keduanya.”
Al Aqra’ bin Habis datang menemui
Rasulullah saw. Ketika itu ia melihat beliau mencium Hasan bin Ali ra. Maka
saya bertanya, ”Apakah kalian mencium anak-anak kalian?” Rasulullah saw.
menjawab, ”Ya”. Al Aqra’ berkata, ”Sungguh, saya mempunyai sepuluh anak, tidak
pernah sekali pun saya mencium salah satu dari mereka.” Maka Rasulullah saw.
bersabda, ”Barangsiapa yang tidak sayang, ia tidak akan disayang.” Muttafaqun
’Alaih.
Perilaku Muhammad saw. yang demikian
tidak hanya kepada keluarganya saja, tapi untuk semua anak-anak pada masanya,
sampai pembantunya sekalipun.
Adalah Anas Bin Malik memberi
kesaksian, ”Saya telah sepuluh tahun menjadi pelayan Rasul, selama itu beliau
tidak pernah berkata uf atau hus ata ah kepada saya.” Muhammad saw. sangat
menganjurkan agar memberi nama anak dengan sebaik-baik nama, begitu juga beliau
sangat tidak setuju dan melarang pemberian nama yang buruk. Kenapa? Karena nama
itu jangan sampai mempengaruhi mentalitas anak ketika mereka menginjak dewasa.
Muhammad saw. juga sangat memperhatikan
penampilan anak-anak.
Diriwayatkan dari Nafi’ bin Umar, bahwa
Nabi saw. melihat anak kecil rambutnya dipotong separuh dan separuh lagi
dibiarkan, maka beliau melarang hal yang demikian, seraya bersabda, ”Cukur
semuanya atau tidak sama sekali.”
3.NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI PENDIDIK
Percaya Diri & Mandiri
Sirah Nabi telah mengajarkan kepada
kita prinsip-prinsip pendidikan, yaitu pentingnya anak-anak memiliki percaya
diri, mandiri dan mampu mengemban tanggungjawab di usia dini. Inilah
problematika kita sekarang, anak-anak kita kehilangan sikap percaya diri,
mandiri dan mental dewasa.
Kita berhajat untuk mengingat peristiwa
di mana Muhammad saw. menjadikan Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin pasukan
kaum muslimin, meskipun usianya masih muda belia. Ketika itu umurnya baru enam
belas tahun (16), padahal ada orang yang lebih tua dan lebih tinggi
kedudukannya, seperti Abu bakar, Umar radhiyallahu anhum. Kenapa Muhammad
melakukan hal demikian? Adalah karena beliau ingin mengajarkan kepada Zaid rasa
percaya diri, dan agar menghilangkan anggapan sebagian orang bahwa Zaid tidak
mampu, sekaligus sebagai pembelajaran bagi generasi masanya untuk peduli dengan
problematika umat dan berkontribusi menyelesaikannya.
Sikap dan Perilaku
Muhammad saw. mengajarkan dasar-dasar
ajaran agama yang lurus kepada anak-anak sejak dini. Beliau mendorong mereka
untuk mempelajari etika umum dan perilaku lurus yang orang Barat sekarang
menamakannya sebagai ”Seni Etika”.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Umar bin Abi Salamah, ia berkata: ”Ketika saya masih kecil di asuhan
Rasulullah, saya hendak meraih makanan di nampan, maka Rasulullah saw.
bersabda, ”Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan,
dan makanlah apa yang terdekat dari kamu.”
Ketika Husain ra, cucu Nabi hendak
makan kurma dari hasil sedekah, maka Rasulullah saw. bersabda, ”Jangan, jangan.
Bukankah kamu tahu, bahwa tidak halal bagi kita -keluarga NAbi- sedekah
seseorang?
4.NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI PEDAGANG
“ Pedagang yang jujur dan benar nanti
di hari kiamat bersama orangorang
yang mati syahid”(HR.Ibnu Majah)
“ para pedagang pada hari kebangkitan
akan di bangkitkan sebagai pelaku kejahatan, kecuali mereka bertaqwa kepada
Allah, jujur dan selalu berkata benar” (HR. Tarmizi, Ibnu Majah. Darimi dan
Baihaqi).
Ada beberapa keistimewaan dari praktek
perdagangan yang beliau lakukan sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul.
Diantaranya:
1. Muhammad tidak memulai bisnis dengan
modal dana. Bahkan pada saat itu beliau sangat miskin.
2. Beliau tidak memulai bisnis dengan
memanfaatkan KKN.
3. Beliau tidak memiliki ilmu manajemen
yang rumit bahkan beliau saat itu belum bisa membaca dan menulis.
Lalu bagaimana bisa hanya dengan modal
sedemikian minimalnya menurut kaca mata orang awam itu beliau berhasil menjadi
pedagang yang besar yang sukses bahkan mampu meluaskan usahanya ke seluruh
negeri? Ada beberapa tahapan dan kunci utama:
1. Beliau dikenal sebagai Al ‘Amin,
orang yang sangat bisa dipercaya. Beliau menggunakan kepercayaan itu dengan
bijaksana, tak pernah menyalahgunakannya.
2. Beliau tidak memiliki hambatan
mental (mental blocking) dalam melaksanakan usahanya. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan orang-orang terhadap beliau.
3. Beliau memulai bisnis dengan menguasai
pasar terlebih dahulu. Dengan cara ikut pamannya berdagang, beliau mengetahui
di mana membeli barang yang murah dan di mana menjual barang dengan harga yang
lebih baik.
4. Setelah menguasai pasar, di Madinah
beliau kemudian beralih ke sektor industri pertanian, namun masih tetap
melaksanakan kegiatan pemasaran produk dari kaum non muslim di sana. Sehingga
bisnis kaum Quraisy saat itu masih dibiarkan berkembang.
5. Dengan bertambahnya tenaga kerja,
beliau lalu mulai menyusun tata kerja organisasi “perusahaanya”.
6. Akhirnya para penerusnya (di bidang
bisnis) mengembangkan usaha ke seluruh pelosok penjuru.
Nabi Muhammad saw memberikan nasehat
kepada seorang pedagang pengecer, tatkala mencampur antara barang yang
berkualitas baik dengan yang tidak baik. Dari Abu Urairah : bahwasanya
Rasulullah saw pernah melalui suatu onggokan makanan yang bakal di jual, lantas
beliau memasukkan tangan beliau kedalam onggokan itu, tiba tiba jari beliau di
dalamnya meraba yang basah. Beliau keluarkan jari beliau seraya berkata,
mengapakah ini? Jawab yang punya makanan, basah karena hujan ya Rosulullah,
beliau bersabda : mengapa tidak engkau taruh di sebelah atas supaya dapat
dilihat orang. Barang siapa yang menipu, maka ia bukan umatku (HR. Muslim).
Harga yang di tetapkan pedagang, adakalanya terkandung unsur penipuan, ada yang
di sadari dan ada pula yang tidak di sadari, misalnya, harga yang di tetapkan
berdasarkan negosiasi (tawar meanawar), biasanya di tentukan oleh keahlian
pelanggan dalam menawar, bisa jadi harga berbeda untuk barang yang sama, tempat
yang sama. Apabila pelanggan bertemu satu sama lain, dengan membeli barang yang
sama, tetapi harga berbeda. Pelanggan dengan harga tinggi merasa tertipu.
Allah berfirman, “sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang orang yang merugikan, dan timbanglah
dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak
haknya” (QS. Asy Syu’araa : 181-182).
5.NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI PANGLIMA
PERANG
Nabi Muhammad senantiasa mendapat
ancaman bahkan upaya pembunuhan dari orang-orang kafir yang menentang
dakwahnya. Namun demikian, pengikut Muhammad yang sedikit ketika itu senantiasa
membela beliau hingga ke medan peperangan. Mereka rela mati demi membela Nabi
Muhammad.
Sejarah telah mencatat kejeniusan dan
kehebatan Rasulullah sebagai panglima di bidang militer dan strategi perang,
yang tak tertandingi oleh Panglima perang manapun, siapapun dan dalam perang
apapun, serta pada waktu kapanpun, baik pada masa lalu, sekarang maupun yang
akan datang. Dan fakta-fakta menunjukkan bahwa Rasulullah Sang Panglima telah
mempelopori dan menerapkan seluruh “Principles Of War” yang hari ini menjadi
rujukan setiap Panglima perang dan tentaranya.
Dari peperangan yang banyak itu, yang
paling terkenal hingga sekarang adalah Perang Badar, yakni peperangan antara
300 tentara pimpinan Muhammad melawan 700 tentara kafir Mekah (H.G. Wells, The
Outline of History, 1949). Kemenangan yang diraih dalam Perang Badar
ini--sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an--tidak terlepas dari bantuan dari
3.000 malaikat yang secara khusus diturunkan oleh Allah dari langit untuk
membantu tentara pimpinan Muhammad:
Petunjuk Rasulullah SAW dalam berperang
• Rasulullah saw. menganjurkan
berperang pada pagi hari, jika beliau tidak berperang di pagi hari, maka beliau
menunda peperangan sampai tergelincir matahari dan angin berhembus.
• Beliau memba’iat para sahabatnya
dalam perang agar tidak melarikan diri, terkadang beliau membai’atnya supaya
bersedia untuk mati, mereka di bai’at untuk berjihad sebagaimana mereka di
bai’at karena untuk islam
• Beliau bermusyawarah dengan para
sahabatnya dalam masalah jihad, ketika bertemu musuh dan ketika memilih posisi.
• Beliau berada di belakang untuk
memberikan mereka air minum dalam perjalanannya, beliau membantu yang lemah dan
berada di belakang orang-orang yang telah letih tunggangannya (unta atau kuda),
Rasulullah saw. Adalah orang yang paling sayang dan ramah buat mereka ketika mereka
sedang dalam perjalanan.
• Jika beliau hendak berperang maka
beliau menggunakan taktik atau strategi, beliau bersabda: “perang adalah
(memerlukan) strategi”.
• Rasulullah saw. Selalu Mengutus
mata-mata untuk mengabarkan keadaan musuh.
• Jika beliau telah berhadapan dengan
musuhnya, maka beliau berhenti dan berdo’a meminta pertolongan kepada Allah
Swt. Beliau dan para sahabatnya memperbanyak mengingat Allah Swt. (berdzikir
kepada Allah Swt.) dengan mengecilkan suara mereka.
• Rasulullah saw. Memakai
peralatan-peralatannya untuk berperang, beliau memakai baju besi, topi baja dan
menyandang pedang, beliau juga membawa busur dan anak panah, serta memakai
perisai atau tameng.
• Rasulullah saw. Menertibkan para
pasukan dan pertempuran, beliau meletakkan setiap sudut atau segi yang sesuai
untuknya, dan beliau memimpin peperangan.
• Jika pasukan telah turun (ke medan
perang) maka beliau mengumpulkan mereka atas sebagian yang lain dengan sebagian
yang lain, sehingga jika seandainya di bentangkan sebuah kain di atas mereka
maka akan meliputi mereka.
• Beliau menertibkan barisan-barisan,
dan memerintahkan mereka ketika berperang dengan tangan beliau, dan Rasulullah
saw. Bersabda: wahai fulan kamu maju, wahai fulan kamu mundur.
• Beliau senang dengan orang yang
berperang di bawah bendera kaumnya.
• Terkadang Rasulullah saw. Menyerang
musuhnya di waktu malam, terkadang beliau menyerang mereka di waktu siang hari.
• Dan jika beliau bertemu dengan musuh
maka beliau berdo’a:
“Allahumma munzilal kitaab, wa majria
ssahaab, wahaazimul ahzaab, ihzimhum wanshurnaa ‘alaihim”.
Artinya: “Ya Allah! Yang telah
menurunkan al kitab (al Qur’an), dan yang menggerakkan awan, Yang mengalahkan
golongan yang bersekutu (musuh), Kalahkanlah mereka dan berilah kami kemenangan
atas mereka”.
Terkadang beliau mengatakan: “Golongan
itu pasti akan di kalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. Sebenarnya hari
kiamat itulah hari yang di janjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat
dan lebih pahit”. (QS. Al Qamar: 45-46).
Terkadang beliau mengatakan: “ya Allah!
Turunkanlah pertolongan-Mu”. Dan beliau membaca: “Ya Allah! Engkau adalah
lenganku (pertolongan-Mu yang ku andalkan dalam menghadapi lawanku) Engkau
adalah pembelaku, dengan pertolongan-Mu aku berputar-putar, dengan pertolongan-Mu
aku menyergap, dan dengan pertolongan-Mu aku menyerang”.
• Dan jika manusia merasa keletihan
(dengan perang yang berkecamuk) beliau mengingatkannya agar bertakwa kepada
Allah, dan beliau berada paling dekat dengan musuh.
• Dan jika beliau menemui musuhnya,
maka beliau memperkenalkan dirinya, dengan mengatakan: “Saya adalah seorang
Nabi dan bukan suatu kebohongan, saya cucu Abdul Muttalib”.
• Rasulullah saw. Senang bersikap
bangga diri ketika berada di medan perang (untuk membangkitkan semangat
prajuritnya).
• Rasulullah saw. Memakai penjaga, dan
ketika turun firman Allah Swt.:
“…Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia…”. (QS. Al Maaidah: 67). Beliau keluar kedepan orang-orang dan
mengabarkan hal tersebut, dan mengosongkan penjagaan.
• Dan jika Rasulullah saw. Mengutus
sariyyah (pasukan) beliau memberinya wasiat agar bertakwa kepada Allah swt.
Beliau bersabda: “berjalanlah dengan Nama Allah, dan di jalan Allah, perangilah
orang-orang yang kafir kepada Allah Swt…dan jangan membunuh bayi “.
• Dan beliau melarang untuk membunuh
wanita dan anak-anak.
• Dan beliau memerintahkan kepada
pimpinan pasukan (yang di utus) agar mendakwahi atau mengajak musuhnya sebelum
berperang, dengan menawarkan pilihan yaitu, masuk islam dan berhijrah atau masuk
islam tanpa berhijrah, dan mereka seperti orang-orang pedalaman muslim, mereka
tidak mempunyai bagian dalam hal ghanimah harta rampasan perang, atau membayar
pajak (upeti), dan jika mereka mengabulkannya maka terimalah mereka, dan jika
mereka menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah Swt. Dan perangilah
mereka.
• Terkadang Rasulullah saw. Berperang
dengan menggunakan manjanik (alat pelontar batu).
• Rasulullah saw. Melarang dalam
peperangan merampas atau merampok dan al mutslah, kata al mutslah ialah:
pencemaran nama baik (fitnah) sebelum di bunuh atau setelahnya.
• Rasulullah saw. Melarang membawa al
Qur’an ketika hendak bepergian ke daerah musuh.
NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI
"NEGARAWAN"
Sebagai kepala Negara Muhammad saw
selalu mengedepankan musyawarah,” hal ini dapat dipahami dari firman Allah,
“dan bagi orang-orang yang mematuhi
seruan Allah dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka selesaikan/putuskan
dengan musyawarah diantara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezki yang
kami berikan mereka.”(QS.Asyuura:38).
Bahkan, dalam musyawarah Muhammad saw
mengikuti pendapat suara terbanyak meskipun berbeda pendapat dengan pendapat
pribadi beliau dari kutipan tersebut mengandung arti bahwa Muhammad saw sebagai
pemimpin Negara dan sekaligus seorang utusan Allah tidak berbuat
sewenang-wengan dan memanfaatkan kedudukannya tersebut.
Dan bukti betapa piawainya dan
bijaksananya beliau dalam bernegara adalah
Piagam Madinah
Manuskrip sejarah mencatat, awal mula
kebijakan politik di dunia yang sesuai dengan prinsip dasar fitrah dan nilai
kemanusiaan adalah Piagam Madinah. Konsepsi kebijakan Politik yang dicetuskan
Rasulullah dalam Piagam adalah benar-benar menggemparkan para sceientist
generasi umat manusia di era berikutnya, bukan hanya sceientist muslim yang
terkesimak dengan pesan-pesan dari butir-butir piagam, bahkan orang-orang non
muslim yang notabene memusuhi Islam kerap “terjerat” dengan keindahan pesan
Piagam Madinah. Namun demikian Kemunculan piagam madinah, jika ditelusuri,
bukanlah hasil pemikiran manusia belaka, melainkan terinspirasi dari
pesan-pesan al-Quran. Maka sangatlah wajar jika salah satu butir Piagam
menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam menentukan hukum adalah Allah dan
Rasul-Nya. Karena keindahan pesan-pesan Piagam merupakan turunan dari konsep
al-Quran yang dikejewantahkan dalam realita kehidupan sosial oleh Pembawa
rahmat bagi seluruh alam.
Muhammad Ma’ruf Dawalib, menyatakan
dalam makalahnya yang disampaikan pada seminar internasional bertemakan
“Ar-Ru’ya al-Akhlaqiyah wa as-Siya siyah fil Islam”, di Prancis, 7-10 Desember
1982, bahwa “Dari sudut pandang historis, kita harus melihat bahwa di anatar
ajaran agama yang ada, ajaran Islamlah yang paling menjungjung tinggi etika
interaksi sosial. Bahkan yang lebih menakjubkan, adalah pesan Piagam yang
merupakan representasi pertama dari prinsip-prinsip dasar kehidupan bernegara
dan perlindungan hukum manusia di dunia.
Diantara pesan-pesan yang paling
mendasar ialah: (1)
1. Penemuan undang-undang secara
tertulis yang sesuai dengan
tuntutan zaman saat itu. Kemudian
diringi dengan memproklamirkan
undang-undang tersebut secara langsung
dan terbuka serta penyepakatan
untuk menta’atinya secara bersama.
Fenomena ini merupakan “peristiwa”
baru dalam lintasan panjang sejarah
perundang-undangan umat manusia.
2. Piagam
menyatakan, bahwa hukum yang paling
“elegan” untuk menyelesaikan
perseteruan umat dan problematika
negara adalah al-Quran dan sunnah.
3. Proklamasi
toleransi beragama “Dan sesungguhnya
Yahudi adalah satu umat dengan
kaum muslimin. Bagi kaum Yahudi agama
mereka dan bagi kaum muslimin
agama mereka. Bagi Orang Yahudi
persamaan (hak dan kewajiban) dengan
kaum muslimin, tidak boleh dizholimi
dan di aniyaya”
4. Seruan
bekerjasama; Saling topang-menopang
anatara yang kuat dan yang lemah
dalam kehidupan bermasyarakat. Serta
larangan saling sabot anatara
penserta Piagam.
5. Menyatakan kewajiban bernegara;
Kemanan negara, baik dalam dan luar
negri, adalah tanggung jawab bersama.
Ketika menela’ah lebih dalam –di depan-
tentang pesan Paiagam
Madinah, kita akan mengetahui bahwa
Rasulullah menjadi pemimpin di
Madinah dalam arti yang sangat luas,
yaitu sebagai pemimpin agama dan
negara. Hal ini mengindikasikan
ke-universal-an Islam dalam mengatur
setiap sendi kehidupan manusia. Maka
Tidak heran jika kemajuan
teknologi, ekonomi, politik dan sosial
akan tetap relevan jika
disandingkan dengan nilai-nilai ajaran
Islam. Sangat tepat jika DR.
Yusuf Qardawi mengatakan, salah satu
keistimewaan ajaran Islam adalah:
“Mengikuti perkembangan zaman tanpa
meninggalkan pondasi-pondasi
ajaran”.
1.Kekuasaan Tertinggi di Tangan Allah dan Rasul
Butir Piagam Madinah mengabarkan bahwa
kebijakan-kebijakan negara
harus berjalan seiring pesan al-Quran
dan sunnah. Baik hakim atau pun
mahkum, mereka terikat dengan
batasan-batasan yang ditetapkan oleh
“konsep” Jahiliyah. Secara kasat mata
para Pejabat Teras memang pemilik
kekuasaan, namun pada hakikatnya
kekuasaan tersebut berada di bawah
kekuasaan tertinggi Pemilik dunia,
Allah SWT. Kekuasaan tertinggi
inilah yang memiliki wewenang
sesungguhnya akan penentuan mana yang
benar dan mana yang salah, mana
batasan-batasan kebijakan yang
diperbolehkan dan mana yang terlarang.
Apa undang-undang yang harus
ditetapkan dan apa undang-undang yang
tidak layak ditetapkan. Hal ini,
karena kebenaran mutlak bukanlah milik
manusia, melainkan hanya milik
Allah ta’ala..
Jika penentuan kebenaran adalah
otoritas manusia, acap kali terjadi
sikap legitimasi atau klaim kebenaran.
Kasus penyerangan Afganistan
tanpa bukti objektif merupakan pengalaman
global dalam tataran dunia
internasional akan kleim kebenaran ini.
2.Kebebasan Akidah
Al-Quran walaupun menyeru kepada iman,
namun tetap memberikan
“nafas” bagi mereka-meraka yang kufur
terhadap akidah Islam. Sebenarnya
apa makna implisit dari kebebasan
akidah yang terkandung dalam piagam
madinah?? Mengapa kebebasan akidah
menjadi bagian dari pesan “MOU”
Rasulullah dengan kaum Yahudi dan
Musyrikin??? Bukankah mereka telah
menindas dan menganiaya Rasulullah dan
para sahabatnya?? Bukankah
Rasulullah dan Sahabatnya terpaksa
meninggalkan tanah kelahiran hanya
karena kekejaman kafir Quraisy??
Bukankah Rasulullah pernah diboikot
oleh kafir Quraisy?? Bukankah mereka
selalu berusaha membunuh
Rasulullah dan para sahabat?? kemudian
mengapa Islam tetap mengusung
kebebasan akidah??
1) Al-Quran yang menjadi
landasan ajaran Islam, sudah
sedemikian jelas menerangkan mana jalan
kebaikan dan mana kesesatan.
Apa sifat-sifat mansuia baik dan apa
sifat-sifat manusia buruk, kemana
tempat kembali para pelaku kebaikan dan
kemana tempat kembali para
pelaku kejahatan . Sehingga kejelasan
konsep ini sangat mudah untuk
diterima akal sehat manusia di seluruh
dunia.
2) Benar, Rasulullah di
utus untuk menyeru kepada
iman, tapi Rasulullah menggunakan
uslubul hiwar dengan seruan
“Bantahlah mereka dengan cara yang baik
(an-Nahl 125)”.
Dan yang terpenting, tugas Rasulullah
hanyalah menyampaikan bukan memaksa dengan “intimidasi buta”.
“Sesungguhnya tugasmu hanya
menyampaikan saja,
sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka. Ar-Ra’d: 40)”.
sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka. Ar-Ra’d: 40)”.
“Dan kamu sekali- kali bukanlah seorang
pemaksa terhadap mereka. Maka beri
peringatanlah dengan al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.
(Qaaf: 45)”.
peringatanlah dengan al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.
(Qaaf: 45)”.
3) Pada hakikatnya kaum
Yahudi dan Masehi serta
Musyrikin Arab di zaman Nabi saw, jauh
lebih mengenal kejujuran dan
amanah Rasulullah saw, sehingga kaum
yahudi sendiri menitipkan
barang-barangnya kepada Rasulullah saw
dan tanpa segan-segan memberikan
pinjaman uang kepada Rasulullah saat ia
membutuhkan. Kisah dialog
anatara Raja Romawi Hereaclus dengan
Abu Sofyan juga menjadi saksi
sejarah atas kejujuran Rasulullah saw,
Dimana dialog tersebut terjadi
Ketika Abu Sofyan masih dalam keadaan
musyrik dan ketika terjadi
perdamaian hudaibiyah. Salah stau
pertanyaan yang dilontakan
Hereaclus kepada Abu sofyan adalah;
”Apakah ia pernah berdusta sebelum
ia menyampaikan ajaran tersebut?? Abu
Sofyan menjawab “tidak”.
Kejelasan konsep al-Quran, kelembutan
uslub dakwah dan kejujuran
pembawanya, merupakan hujjah yang
teramat kuat akan kebenaran agama
Islam.
3.Persamaan dan Hak Asasi Manusia.
Kaum aqolliyat yang hidup di bawah
naungan negara Islam, pada
hakikatnya membawa identitas warga
negara Islam, karena mereka dianggap
bagian dari komponen negara. Maka
secara linier hak dan kewajiban
mereka sama dengan kaum muslimin.
Mereka sama-sama mendapatkan hak
keamaan, pendidikan, kekebasan bersuara
dan bekerja, pada waktu yang
sama mereka juga terkena hudud qishas,
diyat dan ta’zir jika melanggar
aturan pidana yang digariskan negara.
Islam memandang bahwa semua manusia
berasal dari satu Pencipta
yang sama, yaitu Allah SWT. Unsur
penciptaan semua manusia juga sama,
yaitu tanah. Bapak dari semua manusia
juga kembali kepada hamba yang
sama yaitu Adam ‘alaihissalam. Dan
manusia akan kembali ke tempat yang
sama yaitu kepada Allah swt –terlepas
dia akan masuk syurga atau
neraka-. Dengan alas an ini, maka
keturunan, ras, harta dan kekuasaan
-dalam tataran interaksi sosial-
tidaklah dapat mengkhususkan hak
seseorang dari yang lainnya atau
mengkhususkan kewajiban seorang muslim
tanpa non muslim.
Persamaan tidak sebatas dalam lingkaran
hak dan kewajiban, namun
memiliki makna lebih luas, diantaranya
adalah persamaan hukum. Hukum
Allah, tidak memandang kaya atau
miskin, kuat atau lemah, hakim atau
mahkum, muslim atau non muslim.
No comments:
Post a Comment